by Feraliza
A. PENGERTIAN KOMPETENSI
Kompetensi adalah seperangkat tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan tertentu yang menjadi syarat utama dan elemen kunci bagi lahirnya kepemimpinan yang efektif dan efisien (Siagian,1997).
Secara umum kompetensi dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien serta sesuai dengan standar kinerja yang diisyaratkan. (Depkes RI, 2006)
B. PERBEDAAN KONSEP KOMPETENSI
1. Menurut Inggris
Menurut konsep Inggris, kompetensi dipakai di tempat kerja dalam berbagai cara. Pelatihan sering berbasiskan kompetensi. Sistem National Council Vocational Qualification (NCVQ) didasarkan pada standar kompetensi. Kompetensi juga digunakan dalam manajemen imbalan, sebagai contoh, dalam pembayaran berdasarkan kompetensi.
Pendapat yang hampir sama dengan konsep Inggris dikemukakan oleh Kravetz (2004), bahwa kompetensi adalah sesuatu yang seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau keterampilan dasar yang ada di luar tempat kerja
2. Menurut Amerika Serikat – Model Awal dalam Pendidikan
Umumnya, orang sepakat bahwa pendidikan berbasis kompetensi berakar dari pendidikan guru, yang biasanya disebut sebagai CBET ( Competency-based Eductation and Training ). Pengembangan dipercepat oleh pendanaan dari US Office of Education untuk mengembangkan model program pelatihan bagi guru-guru sekolah dasar. Model ini dikenal sebagai pendidikan guru berbasis kompetensi atau Performance-Based Teacher Education (PBTE) (Shirley Fletcher, 2005).
C. JENIS-JENIS KOMPETENSI
Kompetensi ada dua tipe, yakni :
1. Soft Competency
Yaitu jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contoh : leadership, communication, interpersonal relation, dll
2. Hard Competency
Yaitu jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsioanal atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain komptetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni.
Contoh : electric engineering, marketing research, financial analiysis, manpower planning, dll
D. FUNGSI DAN MANFAAT KOMPETENSI
Secara umum kompetensi berfungsi sebagai parameter tingkat kemajuan suatu bidang kerja yang digunakan untuk uji kualitas seseorang yang telah mendalami suatu bidang kerja tertentu. Kompetensi bermanfaat untuk mengembangkan kualitas anggota, dan kompetensi kualitas Sumber Daya Manusia dalam organisasi dapat diukur.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPETENSI
Kompetensi dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Pendidikan
2. Pelatihan
3. Pengembangan karir
4. Imbalan berdasarkan kompetensi
5. Seleksi
6. Petunjuk strategik, dll
F. KUADRAN KOMPETENSI MANUSIA
Penjelasan, untuk menghadapi orang:
1. Kompetensi rendah, dan motivasi rendah
Pemimpin harus bersikap sebagai trainer/coach, peran pemimpin adalah
memberikan penjelasan sampai ke teknis dan bimbingan secara spirit.
2. Kompetensi tinggi, tetapi motivasi rendah
Pemimpin harus bersikap sebagai motivator, di sini penekanan untuk bimbingan secara teknis tidak perlu dilakuan terlalu dalam. Tetapi penekanannya adalah untuk memotivasi mereka dan membangkitkan inisatif. Karena orang seperti ini kurang inisatif dan motivasi. Butuh kontrol yang cukup tinggi.
3. Motivasi tinggi, tetapi kompetensi rendah
Pemimpin bersikap sebagai tentor dan controller individu hanya perlu diajari masalah teknis dan diberi sedikit kepercayaan maka orang-orang seperti ini bisa jalan, selain itu kemauan belajarnya lebih bisa diandalkan. Tinggal dikontrol saja.
4. Motivasi tinggi dan kompetensi tinggi
Tugas pemimpin adalah sebagai delegator dan ditambah sedikit kontrol. Berikan kepercayaan yang lebih pada orang-orang seperti ini. Selain kompetensi tinggi, merka juga punya daya juang dan inisiatif yang tinggi. Tugas pimpinan adalah mendelegasikan job saja.
G. CARA MEMBANGUN KOMPETENSI
Tahap pertama :
Bila suatu perusahaan/institusi hendak membangun Competency-based Human Resurce Management (CBHRM) maka harus menyusun direktori kompetensi serta profil kompetensi per posisi. Dalam proses ini, dirancanglah daftar jenis kompetensi baik berupa soft dan hard competency yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut, serta indikator perilaku dan levelisasi (penjenjangan level) untuk setiap jenis kompetensi.
Tahap kedua
Tahap ini merupakan tahap yang paling kritikal, yakni tahap competency assesment untuk setiap individu karyawan dalam perusahaan itu. Tahap ini wajib dilakukan sebab setelah kita memiliki direktori kompetensi beserta dengan kebutuhan kompetensi per posisi, maka kita perlu mengetahui dimana level kompetensi para karyawan kita.
Ada beberapa metode untuk mengevaluasi level kompetensi, yakni :
1. Kuisioner kompetensi :
Atasan, rekan kerja, bawahan menilai level komoetensi karyawan tertentu dengan menggunakan kuisioner kompetensi. Kuisioner ini didesain dengan mengacu kepada direktori kompetensi serta indikator perilaku per kompetensi yang telah disusun pada fase sebelumnya.
2. Competency assesment center
Karyawan diminta untuk melakukan bermacam-macam tugas seperti ; simulasi peran, memecahkan suatu kasus atau menyusun skala prioritas pekerjaan, kemudian dievaluasi oleh para evaluator. Metode ini butuh waktu dan biaya yang besar.
3. Sertifikasi competency
Dilakukan dengan menerapkan sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan oleh suatu badan yang independen dan kredibel.
Tahap ketiga
Penerapan CBHRM dengan memanfaatkan hasil level assesmen kompetensi yang telah dilakukan untuk diaplikasikan pada setiap fungsi manajemen SDM, mulai dari fungsi rekrutmen, manajemen karir, pelatihan, hingga sistem renumerasi.
H. MENILAI BERDASARKAN KOMPETENSI DAN MANFAATNYA
Ada empat model penilaian kompetensi, yakni :
1. Wawancara.
Digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman yang dimiliki oleh individu, biasanya terkait sikap, motivasi dan kepribadian yang sulit diukur dengan objektif
2. Tes tertulis.
Untuk mengukur daya ingat dan pengertian individu terhadap suatu materi
3. Praktek
Untuk mengetahui kemampuan teknik individu, juga untuk mengetahui tingkat memampuan individu apakah sesuai dengan kompetensi yang kita ujikan
4. Laporan
Merupakan akumulasi dari keseluruhan elemen penilaian.
Menurut Robin (1996), bahwa seseorang yang kompeten dalam bidang tertentu tidak akan selamanya akan tetap kompeten apabila tidak diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan, karena kompetensi dapat mengalami kemunduran dan menjadi ketinggalan zaman. Oleh karena itu suatu organisasi mutlak melaksanakan pelatihan formal.
Manfaat menilai/uji kompetensi adalah :
1. Mengukur kontribusi individu terhadap organisasi
2. Mengukur kontribusi kelompok terhadap organisasi
3. Mengidentifikasi kebutuhan training
4. Melihat hasil belajar
5. Memberikan sertifikat kompetensi yang telah dicapai
Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia Blog Creative and Innovative for Nursing Future
Kamis, 16 Juni 2011
KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANFORMATIONAL
by safrudin
Kepemimpinan Transaksional versus translasi Outhwaite (2003) mengutip definisi dari kepemimpinan transaksional dan transformasional diasumsikan oleh Bass pada tahun 1990. kepemimpinan transaksional melibatkan keterampilan yang dibutuhkan dalam tiap hari efektif untuk menjalankan tim. Namun, kepemimpinan transformasional melibatkan bagaimana supaya tim terpadu bekerja sama dan melakukan pendekatan inovasi kepada mereka untuk pekerjaan (Outhwaite, 2003). Sebagai contoh, seorang pemimpin dapat memberdayakan anggota tim dengan memberikan kesempatan kepada individu-individu untuk memimpin aspek-aspek tertentu dari proyek berdasarkan bidang keahlian mereka. Hal ini akan mendorong pengembangan keterampilan kepemimpinan individu. Selain itu, pemimpin harus mengeksplorasi dan mengidentifikasi hambatan konflik ketika mereka muncul, dan kemudian bekerja sama dengan tim untuk mengatasinya (Outhwaite, 2003). Selain itu, pemimpin harus tetap menjadi bagian dari tim, berbagi dalam pekerjaan, sehingga dekat dengan kegiatan karyawan dan mampu memahami perspektif karyawan (Outhwaite, 2003).
Kepemimpinan transaksional berfokus pada penyediaan perawatan sehari-hari, sementara kepemimpinan transformasional lebih difokuskan pada proses yang memotivasi pengikutnya untuk melakukan potensi penuh mereka dengan mempengaruhi perubahan dan memberikan arah (Cook, 2001). Kemampuan seorang pemimpin untuk mengartikulasikan sebuah visi bersama merupakan aspek penting dari kepemimpinan transformasional (Faugier & Woolnough, 2002). kepemimpinan transaksional yang paling berkaitan dengan pengelolaan prediktabilitas dan ketertiban, sedangkan pemimpin transformasional mengakui pentingnya menantang status quo (Faugier & Woolnough,2002). Satu kelompok dari penulis menggambarkan penggunaan kepemimpinan transformasional oleh rumah sakit Magnet (De Geest, Claessens, Longerich, & Schubert, 2003). Gaya kepemimpinan ini memungkinkan untuk menanamkan keyakinan dan menghormati, memperlakukan karyawan sebagai individu, inovasi dalam pemecahan masalah, transmisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip etika, dan penyediaan menantang tujuan saat berkomunikasi visi untuk masa depan (De Geest, et al., 2003) . Kepemimpinan Transformasional ini terutama cocok untuk cepat-perubahan lingkungan kesehatan saat ini peduli di mana adaptasi sangat penting. Penulis mengutip temuan bahwa gaya kepemimpinan secara positif berhubungan dengan kepuasan karyawan yang lebih tinggi dan kinerja yang lebih baik. Ini, pada gilirannya, berkorelasi positif dengan kepuasan pasien tinggi (De Geest, et al., 2003). Salah satu cara untuk memfasilitasi perubahan dengan kepemimpinan transformasional melibatkan penggunaan tindakan belajar (De Geest, et al., 2003). Pemimpin menggunakan direktif, suportif, demokratis, dan memungkinkan metode untuk melaksanakan dan mempertahankan perubahan. Pengaruh kepemimpinan seperti itu akan memancarkan untuk hasil yang lebih baik untuk kedua perawat dan pasien.
kepemimpinan Transformasional berfokus pada proses interpersonal antara para pemimpin dan pengikut dan didorong oleh pemberdayaan (Hyett, 2003). Diberdayakan perawat mampu sendiri percaya pada kemampuan mereka untuk menciptakan dan beradaptasi terhadap perubahan. Bila menggunakan pendekatan tim untuk kepemimpinan, penting untuk menetapkan batas-batas, tujuan, akuntabilitas, dan mendukung anggota tim (Hyett, 2003). Kepemimpinan transformasional dipandang sebagai memberdayakan, namun manajer perawat harus menyeimbangkan penggunaan kekuasaan secara demokratis untuk menghindari munculnya penyalahgunaan kekuasaan (Welford, 2002). Menghormati dan kepercayaan staf oleh pemimpin sangat penting.
Klinis atau Dibagi Pemerintahan tata kelola klinis adalah cara baru yang bekerja di National Health Service (NHS) organisasi bertanggung jawab untuk perbaikan mutu berkelanjutan, pengamanan standar perawatan, dan menciptakan lingkungan klinis yang terbaik (Moiden, 2002). Persyaratan beberapa kebijakan pemerintah Inggris baru mengharuskan bentuk-bentuk baru kepemimpinan yang lebih baik yang mencerminkan keragaman tenaga kerja dan masyarakat dikembangkan (Scott & Caress, 2005). Kepemimpinan perlu diperkuat dan kebutuhan untuk melibatkan semua staf di kepemimpinan klinis. tata kelola bersama adalah salah satu cara yang memungkinkan untuk ini. Bentuk kepemimpinan memberdayakan seluruh staf untuk proses pengambilan keputusan, dan memungkinkan staf untuk bekerja sama untuk mengembangkan layanan multi-profesional (Scott & Caress, 2005). Pemerintahan desentralisasi adalah gaya manajemen di mana semua anggota tim memiliki tanggung jawab dan manajer adalah fasilitatif, daripada menggunakan gaya manajemen hirarkis di mana manajer mengendalikan dan staf tidak terlibat dalam pengambilan keputusan (Scott & Caress, 2005). Scott dan Caress (2005) berpendapat bahwa jenis kepemimpinan akan menyebabkan peningkatan moral dan kepuasan kerja, peningkatan motivasi dan kontribusi staf, mendorong kreativitas, dan meningkatkan rasa berharga.
Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan dari Pemimpin Perawat Efektif
Seorang pemimpin keperawatan klinis adalah orang yang terlibat dalam perawatan pasien yang langsung dan terus meningkatkan pelayanan dengan mempengaruhi orang lain (Cook, 2001). Kepemimpinan bukan hanya serangkaian keterampilan atau tugas, melainkan merupakan sikap yang menginformasikan perilaku (Cook, 2001). Beberapa fungsi penting dari seorang pemimpin perawat adalah: bertindak sebagai model peran, kolaborasi untuk memberikan perawatan yang optimal, penyediaan informasi dan dukungan, memberikan perawatan berdasarkan teori dan penelitian, dan menjadi advokat untuk pasien dan organisasi perawatan kesehatan (Mahoney, 2001 ). Selain itu, pemimpin perawat harus memiliki pengetahuan manajemen, komunikasi, dan keterampilan kerja sama tim, serta beberapa latar belakang dalam ekonomi kesehatan, keuangan, dan hasil berbasis bukti (Mahoney, 2001). kualitas pribadi yang diinginkan dalam diri seorang pemimpin perawat meliputi kompetensi, kepercayaan diri, keberanian, kolaborasi, dan kreativitas. Pemimpin Perawat harus menyadari perubahan lingkungan dan membuat perubahan secara proaktif. Pemimpin yang menunjukkan perhatian terhadap kebutuhan dan tujuan anggota staf dan sadar akan kondisi yang mempengaruhi lingkungan kerja akan mendorong produktivitas (Moiden, 2003). Dalam melakukan hal ini, penting bahwa filsafat produktivitas didirikan.
Menurut Jooste (2004), tiga hal yang penting untuk kepemimpinan adalah kewenangan, kekuasaan, dan pengaruh. Para pemimpin yang efektif saat ini harus menggunakan pengaruh dan otoritas yang lebih kurang dan kekuasaan. Hal ini lebih penting untuk dapat memotivasi, membujuk, menghargai, dan negosiasi daripada menggunakan hanya kekuasaan. Penulis menyebutkan tiga kategori pengaruh bagi pemimpin perawat untuk digunakan dalam menciptakan lingkungan perawatan suportif. Ini termasuk model dengan memberikan contoh, membangun hubungan yang penuh perhatian, dan mentoring oleh instruksi (Jooste, 2004). Selain itu, Jooste daftar lima praktik mendasar bagi kepemimpinan yang baik termasuk menginspirasi visi bersama, yang memungkinkan orang lain untuk bertindak, menantang proses, pemodelan, dan mendorong. Sebagai contoh, seorang pemimpin bisa menantang orang lain untuk bertindak dengan mengakui kontribusi dan dengan mengembangkan kerjasama. Menyadari kontribusi juga berfungsi untuk mendorong karyawan dalam pekerjaan mereka. Tim kepemimpinan bergerak fokus dari pemimpin terhadap tim secara keseluruhan (Jooste, 2004).
Aplikasi untuk Praktek Pengaturan Hyett dijelaskan beberapa hambatan pengunjung kesehatan mengambil peran kepemimpinan (2003). Misalnya, pengunjung kesehatan biasanya bekerja di lingkungan yang dipimpin diri, namun mungkin tidak ada mekanisme kontrol diri atau pengambilan keputusan pada titik pelayanan-sehingga menyesakkan inovasi (Hyett, 2003). Selain itu, jika perawat yang mencoba memulai perubahan tidak didukung, mereka kehilangan kepercayaan diri dan ketegasan dan mungkin merasa tidak berdaya dan tidak dapat mendukung satu sama lain (Hyett, 2003). Manajemen sering berfokus pada volume pelayanan yang diberikan, yang menyebabkan hilangnya harga diri dan menyebabkan ketergantungan-pekerja untuk menjadi mengganggu, atau untuk meninggalkan organisasi (Hyett, 2003).
grup data Fokus dari penelitian terhadap pelaksanaan perubahan di sebuah panti jompo perawat ingin menunjukkan bahwa seorang pemimpin dengan drive, antusiasme, dan kredibilitas-bukan hanya keunggulan (Rycroft-Malone, et al., 2004). Selanjutnya, fokus anggota kelompok diidentifikasi kualitas yang diinginkan dalam diri seorang pemimpin memfasilitasi perubahan. Orang ini harus memiliki pengetahuan tentang proyek kolaboratif, harus memiliki status dengan tim, harus mampu mengelola orang lain, mengambil pendekatan positif untuk manajemen, dan memiliki kemampuan manajemen yang baik (Rycroft-Malone, et al., 2004).
Aplikasi untuk Kesehatan yang lebih luas dan Konteks Sosial
Perawat fungsi pemimpin di semua tingkatan keperawatan dari lingkungan melalui manajemen keperawatan atas. Seiring waktu, fungsi kepemimpinan telah berubah dari salah satu wewenang dan kuasa untuk salah satu yang kuat tanpa terlalu kuat (Jooste, 2004). Batas antara atas, tengah, dan pemimpin tingkat yang lebih rendah menjadi kabur, dan tanggung jawab menjadi kurang statis dan lebih fleksibel di alam. Dengan kata lain, ada kecenderungan menuju desentralisasi tanggung jawab dan kewenangan dari atas ke tingkat yang lebih rendah dari penyediaan layanan kesehatan (Jooste, 2004).
Program berkelanjutan kepemimpinan politik di Royal College of Nursing menjelaskan model multi-langkah untuk mempengaruhi politik (Thomas, Billington & Getliffe, 2004). Beberapa langkah-langkah meliputi: mengidentifikasi masalah yang akan diubah, mengubah masalah itu menjadi sebuah proposal untuk perubahan, menemukan dan berbicara dengan para pendukung dan para pemangku kepentingan untuk mengembangkan suara kolektif, identifikasi hasil perubahan kebijakan yang diinginkan, dan konstruksi pesan yang mendapatkan masalah di seberang ( Thomas et al., 2004).
Pendidikan untuk Kepemimpinan Agar praktek keperawatan untuk meningkatkan, investasi harus dilakukan dalam mendidik perawat menjadi pemimpin yang efektif (Cook, 2001). Cook berpendapat bahwa kepemimpinan harus diperkenalkan dalam kurikulum keperawatan persiapan awal, dan mentoring harus tersedia bagi calon pemimpin perawat (2001). Sebagai contoh, penggunaan praktik berbasis bukti membutuhkan perawat untuk dapat menilai bukti dan merumuskan solusi berdasarkan bukti-bukti terbaik yang tersedia (Cook, 2001). Agar hal ini terjadi, adalah penting bahwa perawat mempunyai persiapan pendidikan untuk kepemimpinan selama pelatihan untuk mempersiapkan mereka untuk memiliki pemahaman yang lebih besar dan pengendalian peristiwa yang mungkin terjadi selama situasi kerja (Moiden, 2002).
NHS telah mengadopsi Memimpin Diberdayakan Organisasi (LEO) proyek dalam rangka mendorong penggunaan kepemimpinan transformasional (Moiden, 2002). Dengan demikian, tujuannya adalah untuk memungkinkan para profesional untuk memberdayakan diri mereka sendiri dan orang lain melalui tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas. Program ini juga bertujuan untuk membantu para profesional mengembangkan otonomi, mengambil risiko, memecahkan masalah, dan mengartikulasikan tanggung jawab (Moiden, 2002). Strategi seperti Memimpin dan Memberdayakan Organisasi (LEO) program dan RCN klinis Pemimpin Program ini dirancang untuk menghasilkan pemimpin dalam keperawatan yang menyadari manfaat dari kepemimpinan transformasional (Faugier & Woolnough, 2002).
Tantangan dan Peluang untuk Merangsang Perubahan Kesehatan lingkungan terus berubah dan tantangan baru yang menghasilkan pemimpin perawat harus bekerja dalam (Jooste, 2004). Kepemimpinan melibatkan memungkinkan orang untuk menghasilkan hal-hal yang luar biasa ketika sedang berhadapan dengan tantangan dan perubahan (Jooste, 2004). Meskipun manajemen di masa lalu mengambil pendekatan, langsung hirarki kepemimpinan, sudah tiba saatnya untuk gaya kepemimpinan yang lebih baik yang mencakup dorongan, mendengarkan, dan memfasilitasi (Hyett, 2003). Hyett (2003, hal 231) mengutip Yoder-Wise (1999) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebagai "kemampuan untuk menciptakan sistem baru dan metode untuk mencapai visi yang diinginkan". Hari ini, kepercayaan adalah bahwa siapa pun dapat menjadi pemimpin-pemimpin adalah seperangkat dipelajari keterampilan dan praktek (Hyett, 2003). Semua perawat harus menampilkan keterampilan kepemimpinan seperti kemampuan beradaptasi, percaya diri, dan penilaian dalam penyediaan layanan kesehatan (Hyett, 2003).
Harapannya adalah bahwa perawat perawatan memimpin, dan bahwa mereka dapat bergerak antara terkemuka dan berikut sering (Hyett, 2003). Memberdayakan Pasien untuk Berpartisipasi dalam Proses Pembuatan Keputusan Hanya ketika pelayanan perawatan kesehatan baik-dipimpin akan mereka bisa mengelola dengan baik dalam memenuhi kebutuhan pasien (Fradd, 2004). Perawat memiliki pengaruh yang cukup besar pada pengalaman pasien keterlibatan pasien dalam perawatan yang paling sering perawat yang dipimpin (Fradd, 2004). Hari ini, pasien lebih sadar akan kebutuhan mereka sendiri perawatan kesehatan dan lebih baik informasi tentang perawatan dan praktik. Ini membutuhkan perawat untuk menjadi lebih baik dilengkapi dengan analitis dan keterampilan ketegasan (Welford, 2002). kepemimpinan Transformasional sangat ideal untuk praktek keperawatan saat ini seperti berusaha untuk memenuhi kebutuhan, dan melibatkan kedua pemimpin dan pengikut dalam memenuhi kebutuhan (Welford, 2002). Hal ini juga fleksibel memungkinkan pemimpin untuk beradaptasi dalam situasi yang bervariasi. Pemimpin menerima bahwa segala sesuatu akan berubah sering, dan pengikutnya akan menikmati fleksibilitas ini. Jadi baik perawat dan pasien akan mendapatkan keuntungan. Menghindari hirarki dan kemampuan untuk bekerja dengan cara-cara baru membantu organisasi menempatkan sumber daya bersama-sama untuk menciptakan nilai tambah bagi karyawan dan konsumen (Welford, 2002). Selanjutnya, penggunaan kepemimpinan transformasional perawat memungkinkan tim untuk meningkatkan peran mereka sebagai guru atau advokat (Welford, 2002)
Kepemimpinan Transaksional versus translasi Outhwaite (2003) mengutip definisi dari kepemimpinan transaksional dan transformasional diasumsikan oleh Bass pada tahun 1990. kepemimpinan transaksional melibatkan keterampilan yang dibutuhkan dalam tiap hari efektif untuk menjalankan tim. Namun, kepemimpinan transformasional melibatkan bagaimana supaya tim terpadu bekerja sama dan melakukan pendekatan inovasi kepada mereka untuk pekerjaan (Outhwaite, 2003). Sebagai contoh, seorang pemimpin dapat memberdayakan anggota tim dengan memberikan kesempatan kepada individu-individu untuk memimpin aspek-aspek tertentu dari proyek berdasarkan bidang keahlian mereka. Hal ini akan mendorong pengembangan keterampilan kepemimpinan individu. Selain itu, pemimpin harus mengeksplorasi dan mengidentifikasi hambatan konflik ketika mereka muncul, dan kemudian bekerja sama dengan tim untuk mengatasinya (Outhwaite, 2003). Selain itu, pemimpin harus tetap menjadi bagian dari tim, berbagi dalam pekerjaan, sehingga dekat dengan kegiatan karyawan dan mampu memahami perspektif karyawan (Outhwaite, 2003).
Kepemimpinan transaksional berfokus pada penyediaan perawatan sehari-hari, sementara kepemimpinan transformasional lebih difokuskan pada proses yang memotivasi pengikutnya untuk melakukan potensi penuh mereka dengan mempengaruhi perubahan dan memberikan arah (Cook, 2001). Kemampuan seorang pemimpin untuk mengartikulasikan sebuah visi bersama merupakan aspek penting dari kepemimpinan transformasional (Faugier & Woolnough, 2002). kepemimpinan transaksional yang paling berkaitan dengan pengelolaan prediktabilitas dan ketertiban, sedangkan pemimpin transformasional mengakui pentingnya menantang status quo (Faugier & Woolnough,2002). Satu kelompok dari penulis menggambarkan penggunaan kepemimpinan transformasional oleh rumah sakit Magnet (De Geest, Claessens, Longerich, & Schubert, 2003). Gaya kepemimpinan ini memungkinkan untuk menanamkan keyakinan dan menghormati, memperlakukan karyawan sebagai individu, inovasi dalam pemecahan masalah, transmisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip etika, dan penyediaan menantang tujuan saat berkomunikasi visi untuk masa depan (De Geest, et al., 2003) . Kepemimpinan Transformasional ini terutama cocok untuk cepat-perubahan lingkungan kesehatan saat ini peduli di mana adaptasi sangat penting. Penulis mengutip temuan bahwa gaya kepemimpinan secara positif berhubungan dengan kepuasan karyawan yang lebih tinggi dan kinerja yang lebih baik. Ini, pada gilirannya, berkorelasi positif dengan kepuasan pasien tinggi (De Geest, et al., 2003). Salah satu cara untuk memfasilitasi perubahan dengan kepemimpinan transformasional melibatkan penggunaan tindakan belajar (De Geest, et al., 2003). Pemimpin menggunakan direktif, suportif, demokratis, dan memungkinkan metode untuk melaksanakan dan mempertahankan perubahan. Pengaruh kepemimpinan seperti itu akan memancarkan untuk hasil yang lebih baik untuk kedua perawat dan pasien.
kepemimpinan Transformasional berfokus pada proses interpersonal antara para pemimpin dan pengikut dan didorong oleh pemberdayaan (Hyett, 2003). Diberdayakan perawat mampu sendiri percaya pada kemampuan mereka untuk menciptakan dan beradaptasi terhadap perubahan. Bila menggunakan pendekatan tim untuk kepemimpinan, penting untuk menetapkan batas-batas, tujuan, akuntabilitas, dan mendukung anggota tim (Hyett, 2003). Kepemimpinan transformasional dipandang sebagai memberdayakan, namun manajer perawat harus menyeimbangkan penggunaan kekuasaan secara demokratis untuk menghindari munculnya penyalahgunaan kekuasaan (Welford, 2002). Menghormati dan kepercayaan staf oleh pemimpin sangat penting.
Klinis atau Dibagi Pemerintahan tata kelola klinis adalah cara baru yang bekerja di National Health Service (NHS) organisasi bertanggung jawab untuk perbaikan mutu berkelanjutan, pengamanan standar perawatan, dan menciptakan lingkungan klinis yang terbaik (Moiden, 2002). Persyaratan beberapa kebijakan pemerintah Inggris baru mengharuskan bentuk-bentuk baru kepemimpinan yang lebih baik yang mencerminkan keragaman tenaga kerja dan masyarakat dikembangkan (Scott & Caress, 2005). Kepemimpinan perlu diperkuat dan kebutuhan untuk melibatkan semua staf di kepemimpinan klinis. tata kelola bersama adalah salah satu cara yang memungkinkan untuk ini. Bentuk kepemimpinan memberdayakan seluruh staf untuk proses pengambilan keputusan, dan memungkinkan staf untuk bekerja sama untuk mengembangkan layanan multi-profesional (Scott & Caress, 2005). Pemerintahan desentralisasi adalah gaya manajemen di mana semua anggota tim memiliki tanggung jawab dan manajer adalah fasilitatif, daripada menggunakan gaya manajemen hirarkis di mana manajer mengendalikan dan staf tidak terlibat dalam pengambilan keputusan (Scott & Caress, 2005). Scott dan Caress (2005) berpendapat bahwa jenis kepemimpinan akan menyebabkan peningkatan moral dan kepuasan kerja, peningkatan motivasi dan kontribusi staf, mendorong kreativitas, dan meningkatkan rasa berharga.
Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan dari Pemimpin Perawat Efektif
Seorang pemimpin keperawatan klinis adalah orang yang terlibat dalam perawatan pasien yang langsung dan terus meningkatkan pelayanan dengan mempengaruhi orang lain (Cook, 2001). Kepemimpinan bukan hanya serangkaian keterampilan atau tugas, melainkan merupakan sikap yang menginformasikan perilaku (Cook, 2001). Beberapa fungsi penting dari seorang pemimpin perawat adalah: bertindak sebagai model peran, kolaborasi untuk memberikan perawatan yang optimal, penyediaan informasi dan dukungan, memberikan perawatan berdasarkan teori dan penelitian, dan menjadi advokat untuk pasien dan organisasi perawatan kesehatan (Mahoney, 2001 ). Selain itu, pemimpin perawat harus memiliki pengetahuan manajemen, komunikasi, dan keterampilan kerja sama tim, serta beberapa latar belakang dalam ekonomi kesehatan, keuangan, dan hasil berbasis bukti (Mahoney, 2001). kualitas pribadi yang diinginkan dalam diri seorang pemimpin perawat meliputi kompetensi, kepercayaan diri, keberanian, kolaborasi, dan kreativitas. Pemimpin Perawat harus menyadari perubahan lingkungan dan membuat perubahan secara proaktif. Pemimpin yang menunjukkan perhatian terhadap kebutuhan dan tujuan anggota staf dan sadar akan kondisi yang mempengaruhi lingkungan kerja akan mendorong produktivitas (Moiden, 2003). Dalam melakukan hal ini, penting bahwa filsafat produktivitas didirikan.
Menurut Jooste (2004), tiga hal yang penting untuk kepemimpinan adalah kewenangan, kekuasaan, dan pengaruh. Para pemimpin yang efektif saat ini harus menggunakan pengaruh dan otoritas yang lebih kurang dan kekuasaan. Hal ini lebih penting untuk dapat memotivasi, membujuk, menghargai, dan negosiasi daripada menggunakan hanya kekuasaan. Penulis menyebutkan tiga kategori pengaruh bagi pemimpin perawat untuk digunakan dalam menciptakan lingkungan perawatan suportif. Ini termasuk model dengan memberikan contoh, membangun hubungan yang penuh perhatian, dan mentoring oleh instruksi (Jooste, 2004). Selain itu, Jooste daftar lima praktik mendasar bagi kepemimpinan yang baik termasuk menginspirasi visi bersama, yang memungkinkan orang lain untuk bertindak, menantang proses, pemodelan, dan mendorong. Sebagai contoh, seorang pemimpin bisa menantang orang lain untuk bertindak dengan mengakui kontribusi dan dengan mengembangkan kerjasama. Menyadari kontribusi juga berfungsi untuk mendorong karyawan dalam pekerjaan mereka. Tim kepemimpinan bergerak fokus dari pemimpin terhadap tim secara keseluruhan (Jooste, 2004).
Aplikasi untuk Praktek Pengaturan Hyett dijelaskan beberapa hambatan pengunjung kesehatan mengambil peran kepemimpinan (2003). Misalnya, pengunjung kesehatan biasanya bekerja di lingkungan yang dipimpin diri, namun mungkin tidak ada mekanisme kontrol diri atau pengambilan keputusan pada titik pelayanan-sehingga menyesakkan inovasi (Hyett, 2003). Selain itu, jika perawat yang mencoba memulai perubahan tidak didukung, mereka kehilangan kepercayaan diri dan ketegasan dan mungkin merasa tidak berdaya dan tidak dapat mendukung satu sama lain (Hyett, 2003). Manajemen sering berfokus pada volume pelayanan yang diberikan, yang menyebabkan hilangnya harga diri dan menyebabkan ketergantungan-pekerja untuk menjadi mengganggu, atau untuk meninggalkan organisasi (Hyett, 2003).
grup data Fokus dari penelitian terhadap pelaksanaan perubahan di sebuah panti jompo perawat ingin menunjukkan bahwa seorang pemimpin dengan drive, antusiasme, dan kredibilitas-bukan hanya keunggulan (Rycroft-Malone, et al., 2004). Selanjutnya, fokus anggota kelompok diidentifikasi kualitas yang diinginkan dalam diri seorang pemimpin memfasilitasi perubahan. Orang ini harus memiliki pengetahuan tentang proyek kolaboratif, harus memiliki status dengan tim, harus mampu mengelola orang lain, mengambil pendekatan positif untuk manajemen, dan memiliki kemampuan manajemen yang baik (Rycroft-Malone, et al., 2004).
Aplikasi untuk Kesehatan yang lebih luas dan Konteks Sosial
Perawat fungsi pemimpin di semua tingkatan keperawatan dari lingkungan melalui manajemen keperawatan atas. Seiring waktu, fungsi kepemimpinan telah berubah dari salah satu wewenang dan kuasa untuk salah satu yang kuat tanpa terlalu kuat (Jooste, 2004). Batas antara atas, tengah, dan pemimpin tingkat yang lebih rendah menjadi kabur, dan tanggung jawab menjadi kurang statis dan lebih fleksibel di alam. Dengan kata lain, ada kecenderungan menuju desentralisasi tanggung jawab dan kewenangan dari atas ke tingkat yang lebih rendah dari penyediaan layanan kesehatan (Jooste, 2004).
Program berkelanjutan kepemimpinan politik di Royal College of Nursing menjelaskan model multi-langkah untuk mempengaruhi politik (Thomas, Billington & Getliffe, 2004). Beberapa langkah-langkah meliputi: mengidentifikasi masalah yang akan diubah, mengubah masalah itu menjadi sebuah proposal untuk perubahan, menemukan dan berbicara dengan para pendukung dan para pemangku kepentingan untuk mengembangkan suara kolektif, identifikasi hasil perubahan kebijakan yang diinginkan, dan konstruksi pesan yang mendapatkan masalah di seberang ( Thomas et al., 2004).
Pendidikan untuk Kepemimpinan Agar praktek keperawatan untuk meningkatkan, investasi harus dilakukan dalam mendidik perawat menjadi pemimpin yang efektif (Cook, 2001). Cook berpendapat bahwa kepemimpinan harus diperkenalkan dalam kurikulum keperawatan persiapan awal, dan mentoring harus tersedia bagi calon pemimpin perawat (2001). Sebagai contoh, penggunaan praktik berbasis bukti membutuhkan perawat untuk dapat menilai bukti dan merumuskan solusi berdasarkan bukti-bukti terbaik yang tersedia (Cook, 2001). Agar hal ini terjadi, adalah penting bahwa perawat mempunyai persiapan pendidikan untuk kepemimpinan selama pelatihan untuk mempersiapkan mereka untuk memiliki pemahaman yang lebih besar dan pengendalian peristiwa yang mungkin terjadi selama situasi kerja (Moiden, 2002).
NHS telah mengadopsi Memimpin Diberdayakan Organisasi (LEO) proyek dalam rangka mendorong penggunaan kepemimpinan transformasional (Moiden, 2002). Dengan demikian, tujuannya adalah untuk memungkinkan para profesional untuk memberdayakan diri mereka sendiri dan orang lain melalui tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas. Program ini juga bertujuan untuk membantu para profesional mengembangkan otonomi, mengambil risiko, memecahkan masalah, dan mengartikulasikan tanggung jawab (Moiden, 2002). Strategi seperti Memimpin dan Memberdayakan Organisasi (LEO) program dan RCN klinis Pemimpin Program ini dirancang untuk menghasilkan pemimpin dalam keperawatan yang menyadari manfaat dari kepemimpinan transformasional (Faugier & Woolnough, 2002).
Tantangan dan Peluang untuk Merangsang Perubahan Kesehatan lingkungan terus berubah dan tantangan baru yang menghasilkan pemimpin perawat harus bekerja dalam (Jooste, 2004). Kepemimpinan melibatkan memungkinkan orang untuk menghasilkan hal-hal yang luar biasa ketika sedang berhadapan dengan tantangan dan perubahan (Jooste, 2004). Meskipun manajemen di masa lalu mengambil pendekatan, langsung hirarki kepemimpinan, sudah tiba saatnya untuk gaya kepemimpinan yang lebih baik yang mencakup dorongan, mendengarkan, dan memfasilitasi (Hyett, 2003). Hyett (2003, hal 231) mengutip Yoder-Wise (1999) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebagai "kemampuan untuk menciptakan sistem baru dan metode untuk mencapai visi yang diinginkan". Hari ini, kepercayaan adalah bahwa siapa pun dapat menjadi pemimpin-pemimpin adalah seperangkat dipelajari keterampilan dan praktek (Hyett, 2003). Semua perawat harus menampilkan keterampilan kepemimpinan seperti kemampuan beradaptasi, percaya diri, dan penilaian dalam penyediaan layanan kesehatan (Hyett, 2003).
Harapannya adalah bahwa perawat perawatan memimpin, dan bahwa mereka dapat bergerak antara terkemuka dan berikut sering (Hyett, 2003). Memberdayakan Pasien untuk Berpartisipasi dalam Proses Pembuatan Keputusan Hanya ketika pelayanan perawatan kesehatan baik-dipimpin akan mereka bisa mengelola dengan baik dalam memenuhi kebutuhan pasien (Fradd, 2004). Perawat memiliki pengaruh yang cukup besar pada pengalaman pasien keterlibatan pasien dalam perawatan yang paling sering perawat yang dipimpin (Fradd, 2004). Hari ini, pasien lebih sadar akan kebutuhan mereka sendiri perawatan kesehatan dan lebih baik informasi tentang perawatan dan praktik. Ini membutuhkan perawat untuk menjadi lebih baik dilengkapi dengan analitis dan keterampilan ketegasan (Welford, 2002). kepemimpinan Transformasional sangat ideal untuk praktek keperawatan saat ini seperti berusaha untuk memenuhi kebutuhan, dan melibatkan kedua pemimpin dan pengikut dalam memenuhi kebutuhan (Welford, 2002). Hal ini juga fleksibel memungkinkan pemimpin untuk beradaptasi dalam situasi yang bervariasi. Pemimpin menerima bahwa segala sesuatu akan berubah sering, dan pengikutnya akan menikmati fleksibilitas ini. Jadi baik perawat dan pasien akan mendapatkan keuntungan. Menghindari hirarki dan kemampuan untuk bekerja dengan cara-cara baru membantu organisasi menempatkan sumber daya bersama-sama untuk menciptakan nilai tambah bagi karyawan dan konsumen (Welford, 2002). Selanjutnya, penggunaan kepemimpinan transformasional perawat memungkinkan tim untuk meningkatkan peran mereka sebagai guru atau advokat (Welford, 2002)
Langganan:
Postingan (Atom)